Skip to content
Kabar Terkini
6 Menit Membaca

Cara Menghitung PPh 21 dan Skema Terbaru 2024

Cindy
Cindy
Content Writer at Setlary
Daftar Isi

Banyak karyawan yang kebingungan saat bicara tentang pajak, terutama soal PPh 21. Sehingga tidak mengejutkan jika banyak yang bertanya tanya tentang besaran tarif, komponen pemotongnya, dan cara pengenaan pajak penghasilan di gaji karyawan.

Setlary akan membantu menjawab semua pertanyaan di atas dan memastikan Anda lepas dari semua rasa kebingungan tentang pajak penghasilan.

Apa Itu PPh 21?

PPh 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan individu, seperti gaji, honorarium, tunjangan, atau pembayaran lain yang bersifat sebagai penghasilan. Pajak ini dipotong langsung oleh pemberi kerja setiap bulan sebelum karyawan menerima gaji.

Sistem pemotongan pajak ini menggunakan tarif progresif, yang berarti semakin tinggi penghasilan kena pajak, semakin besar tarif pajak yang dikenakan. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan pajak sesuai dengan tingkat penghasilan setiap individu.

Komponen PPh 21 

Terdapat beberapa komponen utama yang memengaruhi besaran pajak yang harus dibayar. Berikut adalah diantaranya:

1. Penghasilan Bruto

Penghasilan bruto adalah total penghasilan yang diterima sebelum pengurangan dan pada akhirnya menjadi penghasilan neto. Komponen penghasilan bruto meliputi biaya jabatan, iuran pensiun, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan.

2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP adalah batas penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Besarannya berdasarkan status pernikahan dan jumlah tanggungan.

  • Lajang (TK/0): Rp54 juta per tahun
  • Menikah tanpa tanggungan (K/0): Rp58,5 juta per tahun
  • Menikah dengan 1 tanggungan (K/1): Rp63 juta per tahun
  • Menikah dengan 2 tanggungan (K/2): Rp67,5 juta per tahun
  • Menikah dengan 3 tanggungan (K/3): Rp72 juta per tahun

3. Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah penghasilan neto setelah dikurangi PTKP, dan menjadi dasar untuk menghitung besaran pajak yang dikenakan menggunakan tarif progresif.

4. Tarif Pajak Progresif

Tarif PPh 21 mengikuti aturan progresif, yaitu semakin tinggi penghasilan kena pajak, semakin besar tarif yang dikenakan:

  • 5% – Penghasilan hingga Rp60 juta per tahun
  • 15%  Penghasilan > Rp60 juta – Rp250 juta per tahun
  • 25% – Penghasilan > Rp250 juta – Rp500 juta per tahun
  • 30% – Penghasilan > Rp500 juta – Rp5 miliar per tahun
  • 35% – Penghasilan > Rp5 miliar per tahun

5. Kredit Pajak

Kredit pajak adalah potongan pajak yang sudah dibayarkan sebelumnya, seperti melalui pemotongan oleh pemberi kerja, yang akan mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan akhir tahun.

Baca Juga: Apa Saja Perbedaan Gaji Net dan Gaji Gross?

Dasar Hukum Pajak Penghasilan PPh Pasal 21

PPh 21 diatur oleh beberapa peraturan berikut:

  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
  • PP Nomor 68 Tahun 2009 yang mengatur tarif PPh atas penghasilan berupa pesangon, manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
  • PP Nomor 41 Tahun 2016 yang mengatur perlakuan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai dari pemberi kerja dengan kriteria tertentu.

Selain UU dan PP, ketentuan teknis tentang PPh diatur lebih lanjut melalui peraturan dari Kementerian Keuangan.

Objek Pajak PPh 21

Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) adalah penghasilan yang diterima oleh individu (orang pribadi) sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, atau kegiatan tertentu. Penghasilan ini biasanya dikenakan pajak langsung oleh pemberi kerja atau pihak yang membayarkan penghasilan.

Berikut adalah beberapa jenis penghasilan yang termasuk dalam objek pajak PPh 21:

1. Penghasilan Karyawan

  • Gaji: Penghasilan tetap yang diterima sebagai imbalan pekerjaan.
  • Tunjangan: Termasuk tunjangan transportasi, makan, dan tunjangan lainnya dari pemberi kerja.
  • Bonus atau Insentif: Pembayaran tambahan yang diberikan atas pencapaian tertentu.
  • Uang Lembur: Penghasilan yang diperoleh dari jam kerja tambahan.

2. Penghasilan Non-Karyawan (Freelancer atau Pekerja Lepas)

  • Honorarium: Pembayaran untuk pekerjaan tertentu yang sifatnya sementara.
  • Jasa Profesional: Penghasilan dari layanan profesional seperti konsultan, pengacara, atau desainer.
  • Komisi: Pembayaran berbasis hasil kerja, seperti komisi agen penjualan.

3. Penghasilan Pensiun

  • Uang Pensiun: Imbalan yang diterima oleh individu yang telah pensiun dari pekerjaannya.
  • Manfaat Pensiun: Termasuk dana pensiun yang diterima secara berkala atau sekaligus.

4. Pesangon atau Uang Penghargaan

  • Uang pesangon yang diterima oleh karyawan saat berakhirnya hubungan kerja.
  • Uang penghargaan masa kerja atau kompensasi lainnya.

5. Penghasilan Lain yang Bersifat Operasional

Imbalan yang diterima individu atas kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaannya. Misalnya, uang perjalanan dinas atau uang makan dalam jumlah tertentu yang dianggap sebagai penghasilan tambahan.

Pengecualian Pajak PPh 21

Ada beberapa penghasilan yang tidak dikenakan PPh 21, antara lain:

  1. Penghasilan yang Tidak Melebihi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
    Contoh:

    • Rp54 juta per tahun untuk individu lajang.
    • Tambahan Rp4,5 juta per tahun untuk setiap tanggungan (maksimal 3 tanggungan).
  2. Penerimaan yang Bersifat Khusus

Terdapat beberapa penerimaan yang dimaksud, yaitu penerimaan dari dana pensiun yang dibayarkan secara berkala dan penghasilan yang diterima pegawai dari pemberi kerja yang memiliki sifat kriteria khusus, sesuai dengan peraturan pemerintah.

  1. Penggantian atau Imbalan Sejenis
    Beberapa penggantian yang bersifat operasional sesuai dengan kebijakan perusahaan dan tidak dianggap penghasilan tambahan.
  2. Sumbangan atau Hibah
    Sumbangan yang diterima untuk kegiatan sosial, keagamaan, atau pendidikan yang tidak bersifat komersial.

Baca Juga: Cara Menghitung Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024

Tarif Efektif Rata-Rata (TER)

Sesuai dengan PP No. 58/2023, tarif efektif rata-rata (TER) diterapkan untuk mempermudah pemotongan PPh 21 bulanan berdasarkan penghasilan bruto. TER ini dibagi ke dalam beberapa kategori tergantung status penghasilan tidak kena pajak (PTKP) seseorang.

1. Tarif Efektif Bulanan (Kategori PTKP TK/0 dan TK/1)

Contoh tarif TER untuk kategori PTKP Rp54 juta (TK/0) dan Rp58,5 juta (TK/1 & K/0):

  • Penghasilan bruto bulanan hingga Rp5.400.000: 0%
  • Penghasilan bruto Rp7.500.000–Rp8.550.000: 1.5%
  • Penghasilan bruto Rp10.700.000–Rp1.050.000: 3%
  • Penghasilan bruto di atas Rp12.500.000: hingga 5%.

2. Tarif Efektif untuk Penghasilan Bulanan Lebih Tinggi (Kategori K/1 dan K/2)

Untuk penghasilan bruto lebih tinggi (PTKP Rp63 juta–Rp67,5 juta):

  • Penghasilan bruto hingga Rp6.200.000: 0%
  • Penghasilan bruto Rp7.300.000–Rp9.200.000: 1%
  • Penghasilan bruto di atas Rp19.750.000: hingga 9%.

Contoh Perhitungan PPh 21

Sebagai ilustrasi, berikut adalah contoh perhitungan PPh 21 untuk karyawan dengan status lajang dan memiliki NPWP:

  • Gaji pokok per bulan = Rp10.000.000
  • Tunjangan transportasi per bulan = Rp1.000.000
  • Tunjangan makan per bulan = Rp1.000.000
  • Total penghasilan bruto per bulan = Rp12.000.000
  • Biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, mak Rp500.000 per bulan) = Rp500.000
  • Penghasilan neto per bulan = Rp11.500.000
  • Penghasilan neto setahun: Rp11.500.000 x 12 = Rp138.000.000
  • Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk lajang = Rp54.000.000
  • Penghasilan Kena Pajak (PKP): Rp138.000.000 – Rp54.000.000 = Rp84.000.000

PPh 21 terutang:

  • 5% x Rp 50.000.000 = Rp2.500.000
  • 15% x Rp 34.000.000 = Rp5.100.000
  • Total PPh 21 setahun: Rp 2.500.000 + Rp 5.100.000 = Rp7.600.000
  • PPh 21 per bulan: Rp 7.600.000 / 12 = Rp633.333

Dengan demikian, karyawan tersebut harus membayar PPh 21 sebesar Rp633.333 setiap bulannya.

Pentingnya Memahami PPh 21

Memahami PPh 21 sangat penting, baik bagi karyawan agar dapat mengetahui jumlah gaji yang di dapat sepenuhnya. Sementara, bagi pemberi kerja, dapat memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Namun, sayangnya jumlah potongan gaji seringkali terlalu besar dan menjadi tantangan finansial. Di sinilah Earned Wage Access (EWA) Setlary hadir sebagai solusi. Dengan EWA, karyawan dapat mengakses sebagian gajinya sebelum tanggal pembayaran tanpa harus menunggu hingga akhir bulan. Ini membantu mengatasi tekanan keuangan mendadak, seperti membayar kebutuhan harian, bahkan ketika potongan pajak terasa berat.

Dengan EWA Setlary, Anda mendapatkan kontrol finansial lebih baik, sehingga pajak bukan lagi penghalang untuk merencanakan masa depan yang lebih stabil. Pahami hak dan akses Anda, kelola keuangan dengan percaya diri.

Cindy
Cindy
Content Writer at Setlary